Agen Perubahan

Menurut Winardi (2005:1) perubahan dapat dimaknai sebagai beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Sedangkan menurut Wahjosumidjo (2002:116) perubahan dapat terjadi dalam bentuk perubahan yang direncanakan oleh para...




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehidupan merupakan sesuatu yang kompleks dan majemuk. Terdapat banyak hal dalam kehidupan yang bisa berubah tiba-tiba atau bahkan berubah dengan waktu yang lama. Perubahan akan selalu terjadi baik itu progesif atau regresif. Dalam kehidupan sosial, perubahan yang diharapkan tentu perubahan yang progesif, berkembang, dan berdaya guna. Berhubungan dengan inovasi, setiap inovasi adalah perubahan sosial, tapi setiap perubahan sosial belum tentu inovasi. Inovasi cangkupannya lebih sempit ketimbang dengan perubahan sosial. Inovasi merupakan perubahan yang progres dan diharapkan bisa berdaya guna, sedangkan perubahan sosial mencangkup perubahan yang baik maupun yang buruk.
The American Heritage Dictionary dalam Tresnajaya (2014) mendefinisikan change agent sebagai seseorang yang memberikan saran professional. Pengertian agen perubahan (Agent of Change) adalah individu atau seseorang yang bertugas mempengaruhi target/sasaran perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai dengan arah yang dikehendakinya. Agen perubahan menghubungkan antara sumber perubahan (inovasi, kebijakan publik dll) dengan sistem masyarakat yang menjadi target perubahan. Dengan demikian komunikasi adalah alat strategi bagi tercapainya suatu perubahan dalam organisasi maupun sistem sosial dalam masyarakat.
Proses inovasi itu sendiri tak lepas kaitannya dengan pengusaha perubahan, agen perubahan, dan masyarakat. Kemajemukan masyarakat akan berdampak pada kesenjangan antara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Kesenjangan tersebut yang dapat menghambat proses difusi inovasi itu sendiri.  Peran agen perubahan seperti jembatan antara pengusaha perubahan dengan masyarakat  dan seperti pelumas agar inovasi bisa berjalan dengan lancar. Inovasi bisa saja terhambat bahkan gagal tanpa adanya agen perubahan. Agen perubahan mampu memperdayakan sesama agar turut serta menikmati manfaat inovasi. Kedua kaki agen perubahan berpijak diantara pengusaha perubahan dengan masyarakat. Agen perubahan sangat urgen peranannya dalam inovasi. Karena itu perlu pembahasan lebih jauh mengenai agen perubahan itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.    Apa pengertian agen perubahan ?
2.    Apa peran agen perubahan ?
3.    Apa kunci keberhasilan agen perubahan ?
4.    Apa peran pemimpin sebagai agen perubahan ?

C.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ada, tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut.
1.    Untuk mengetahui pengertian agen perubahan.
2.    Untuk mengetahui peran agen perubahan.
3.    Untuk mengetahui kunci keberhasilan agen perubahan.
4.    Untuk mengetahui peran pemimpin sebagai agen perubahan.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Agen Perubahan
Menurut Rogers, Everett dalam Nasution, Z (2016) agen perubahan (change agent) adalah orang yang bertugas mempengaruhi klien agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh agen perubahan (change agency). Semua agen perubahan bertugas membuat jalinan komunikasi antara pengusaha pembaharuan (sumber inovasi) dengan sistem klien (sasaran inovasi). Menurut Winardi (2005:1) perubahan dapat dimaknai sebagai beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Sedangkan menurut Wahjosumidjo (2002:116) perubahan dapat terjadi dalam bentuk perubahan yang direncanakan oleh para pimpinan baik karena faktor internal organisasi maupun akibat dorongan perkembangan lingkungan (planned changes).
Menurut Robbins dalam Wibowo (2006:117) diperlukan orang yang harus bertanggung jawab terhadap proses perubahan. Agen perubahan adalah orang yang bertindak sebagai katalis dan memperkirakan tanggung jawab untuk mengelola aktivitas perubahan. Menurut Rivai & Mulyadi (2009:103) agen perubahan merupakan orang-orang baik konsultan maupun manajer yang mempunyai perspektif baru (mampu menciptakan efisiensi, efektivitas, dan kesehatan organisasi) di dalam perubahan atau pengembangan organisasi atau orang-orang yang membawa gagasan baru dan pendapat atau solusi yang membantu anggota organisasi.
Pengertian lebih luas tentang agen perubahan menurut Griffin dan Pareek dalam Wibowo (2016:118) adalah orang profesional yang tugasnya membantu masyarakat atau kelompok merencanakan pembangunan atau membentuk kembali sasaran, memfokus pada masalah, mencari pemecahan yang mungkin, mengatur bantuan, merencanakan tindakan,yang dimaksud untuk memperbaiki situasi, mengatasi kesulitan, dan mengevaluasi hasil dari usaha terencana.
Para individu atau kelompok-kelompok, yang diberi tanggung jawab untuk mengubah perilaku dan sistem-sistem, dinamakan orang para agen perubahan. Para ahli ilmu jiwa dan para konsultan, sering kali diminta bantuan mereka pada organisasi-organisasi, sebagai agen-agen perubahan guna menghadapi bahkan mengikuti perubahan (Winardi, 2008: 96-97).
Agen perubahan menurut Robbins & Coulter dalam Supriyanto (2016:32) adalah orang yang bertindak sebagai katalisator dan mengelola perubahan yang terjadi. Peran agen perubahan sangat strategis dalam mengelola perubahan organisasional. Ia tidak saja sebagai katalisator tetapi memiliki tanggung jawab yang besar dalam menangani proses perubahan. Orang atau pihak yang dapat menjadi agen perubahan dapat berasal dari dalam (agen internal) maupun dari luar organisasi (agen eksternal). Agen internal antara lain para manajer maupun staf khusus dalam organisasi, sedangkan dari agen eksternal luar antara lain konsultan atau orang-orang yang benar-benar ahli untuk memimpin perubahan organisasional pada bidang tertentu.
Menurut Rogers dalam Budiman (2016) pekerjaan agen pembaharu mencakup berbagai macam pekerjaan seperti guru, konsultan, penyuluh kesehatan, dan sebagainya. Semua agen pembaharu bertugas membuat jalinan komunikasi antara pengusaha pembaharu (sumber inovasi) dengan sistem klien (sasaran inovasi). Tugas utama agen pembaharu adalah melancarkan jalnnya arus inovasi dari pengusaha pembaharu ke klien. Proses komunikasi ini akan efektif jika inovasi yang disampaikan ke klien harus dipilih sesuai dengan kebutuhannya atau sesuai dengan masalah yang dihadapinya.
Menurut Supriyanto (2009: 22-23) orang atau pihak yang dapat menjadi agen perubahan dapat berasal dari dalam (agen internal) maupun luar organisasi (agen eksternal). Agen internal antara lain para manajer maupun staf khusus dalam organisasi, sedangkan dari agen eksternal luar antara lain konsultan atau orang yang benar-benar ahli untuk memimpin perubahan organisasional pada bidang tertentu. Perbandingan agen perubahan yang berasal dari dalam dan luar organisasi selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Agen Internal
Agen Eksternal
Para manajer atau staf khusus dalam organisasi, tim ahli untuk pimpin perubahan.
Konsultan atau orang ahli dari luar organisasi untuk pimpin perubahan.
Kelebihan: menguasai permasalah dan situasi yang dihadapi organisasi dan memiliki tanggung jawab yang besar dalam memanaj perubahan
Kelebihan: lebih obyektif melihat keadaan organisasi, mengedepankan strategi lebih baik, dan memiliki kebebasan lebih tinggi dalam pimpin perubahan.
Kekurangan: kurang obyektif dalam melihat permasalahan, subyektivitasnya tinggi, dan inisiatinya kurang.
Kekurangan: kurang menguasai permasalahan secara detail, kehadiran kurang maksimal, dan apabila program tidak berhasil menuduh pelaksana yang kurang mampu.
Tabel 1.1 Perbandingan Agen Perubahan

Menurut Zaltman dan Duncan (1977), agen-agen perubahan harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu.
1.      Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan. Misalnya pengetahuan dan wawasan tentang pemanasan global bagi seorang penyuluh lingkungan.
2.      Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu untuk persoalan- persoalan yang relatif detail. Maksudnya, para agen perubahan merupakan ornag-orang yang menyediakan waktu dan tenaga mereka untuk secara sepenuh hati mengurus masyarakat yang dibinanya.
3.      Hubungan antar-pribadi. Suatu sifat agen perubahan yang paling penting adalah empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada kedudukan orang lain, berbagi pandangan dan perasaan dengan mereka sehingga hal-hal tersebut seakan- akan dialami sendiri.
Menurut Michael Beer dalam Wibowo, (2006:118) menyebutkan adanya lima sumber kekuasaan yang dimiliki agen perubahan, yaitu sebagai berikut.
1.      Status tinggi diberikan oleh anggota organisasi, yang didasarkan pada persepsi mereka bahwa agen perubahan sama dengan mereka dalam hal perilaku, bahasa, nilai-nilai, dan bahkan pakaian.
2.      Kepercayaan pada agen perubahan berdasarkan pada konsistensi dalam menangani informasi dan memelihara peranan yang sangat tepat di dalam organisasi.
3.      Keahlian dalam praktik perubahan organisasional.
4.      Menumbuhkan kredibilitas didasarkan pada pengalaman sebelumnya.
5.      Anggota yang tidak puas di dalam organisasi yang melihat agen perubahan sebagai kesempatan terbaik untuk mengubah organisasi untuk memenuhi kebutuhannya.

B.    Peran Agen Perubahan
Anwar (2013) menyatakan proses menginformasikan suatu hal baru dalam rangka memperkenalkan suatu inovasi atau kebijakan baru kepada suatu kolompok sosial target perubahan, memerlukan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Membangun kesadaran bahwa mereka memerlukan perubahan (To develop a need for change).
Pada tahap awal agen perubahan diharapkan mampu menyadarkan target inovasi atau kebijakan publik bahwa mereka memerlukan perubahan dengan menunjukkan alternatif sikap atau perilaku yang sebaiknya mereka lakukan serta perubahan sikap itu akan memberikan kemudahan atau keuntungan bagi mereka. Diharapkan pada tahap ini target perubahan mempunyai kesadaran dalam bentuk keyakinan bahwa untuk hal yang lebih baik mereka harus berubah demi kebaikan dan kemanfaatan bagi mereka sendiri
2.      Mengembangkan hubungan dengan saling tukar informasi (To establish an information exchange relationship).
Ketika kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan menyadari bahwa mereka memerlukan perubahan, maka agen perubahan secara terus menerus membangun komunikasi. Sebelum mengembangkan hubungan yang baik, agen perubahan harus dapat diterima serta dipercaya oleh kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan publik. Agen perubahan harus mampu membangun citra diri sehingga dipersepsikan bahwa dia adalah orang yang kompeten (competence), kridibel (credible), dapat dipercaya (trustworthiness) dan bersikap penuh simpati dan empati pada kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan publik.
3.      Melakukan identifikasi masalah (To diagnose problems)
Agen perubahan bertanggung jawab dengan cara menyajikan hasil analysis-synthesis tentang apa-apa yang ada (existing) dan ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhannya saat itu, dan oleh sebab itu memerlukan perubahan. Pada saat yang demikian agen perubahan diharapkan mampu melihat persoalan yang dihadapi dengan menggunakan cara pandang (perspective) kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan publik dan menyampaikan dengan bahasa yang simpatik.
4.      Mendorong niat untuk berubah (To create an intent in the client to change)
Setelah agen perubahan menjelaskan berbagai cara tindakan yang mungkin harus dilakukan oleh kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan untuk mencapai tujuan (goal) mereka, maka agen perubahan dituntut untuk mampu memberi motivasi kepada target inovasi atau kebijakan agar mengadopsi inovasi atau kebijakan yang telah ditawarkan agen perubahan.
5.      Mentransformasikan sekedar niat menjadi tindakan nyata (To translate an intent to action).
Pada tahap ini agen perubahan dituntut untuk mencari tahu tentang cara bagaimana mempengaruhi kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan publik berperilaku sebagaimana rekomendasi yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan mereka sendiri. Pada tahap ini komunikasi interpersonal antar mereka sendiri (kelompok masyarakat) dapat membantu meyakinkan mereka untuk memutuskan mengadopsi inovasi atau kebijakan publik yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama pendapat tokoh informal dalam sistem sosial masyarakat mereka sendiri.
6.      Merawat adopsi mencegah pembatalan adopsi (To stabilize adoption and prevent discontinuance).
Agen perubahan diharapkan tetap mendampingi kelompok sosial atau masyarakat target inovasi atau kebijakan publik agar tetap bertahan dengan sikap perilaku yang sudah diputuskan dengan mengadopsi inovasi atau kebijakan publik. Pendampingan merupakan tahap penting, karena menjadi konfirmasi tentang perubahan perilaku yang dibutuhkan dan sekaligus menunjukkan manfaatnya bagi mereka.
7.      Pencapaian Hubungan Agen Perubahan dan Komunitas Target Perubahan (To achieve a terminal relationship).
Tujuan akhir agen perubahan adalah mendorong komunitas target perubahan mampu bersikap atau berperilaku dengan mengadopsi inovasi atau kebijakan publik yang telah diperkenalkan sebelumnya. Agen perubahan setelah mampu mendorong komunitas sosial atau masyarakat target perubahan mengadopsi inovasi atau kebijakan publik, maka komunitas sosial atau masyarakat target perubahan seharusnya telah mampu menciptakan kader agen perubahan (baru) dari komunitas sosial target perubahan itu sendiri. Apabila kelompok komunitas target perubahan telah mampu menghasilkan agen perubahan (baru) maka tugas agen perubahan telah berakhir.

Sedangkan menurut Rogers dalam Budiman (2016)  mengemukakan ada tujuh langkah kegiatan agen pembaharu dalam pelaksanaan tugas inovasi pada klien, sebagai berikut.
1.      Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
Biasanya agen pembaharu pada awal tuganya diminta untuk membantu kliennya agar mereka sadar akan perlunya pembaharu. Agen pembaharu mulai dengan mengemukakan berbagai masalah yang ada, membantu menemukan masalah yang penting dan mendesak, serta meyakinkan klien bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga membantu caranya menemukan masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif.
2.      Memantapkan hubungan pertukaran informasi
Sesudah ditentukannya kebutuhan untuk berubah, agen pembaharu harus segera membina hubungan yang lebih akrab dengan klien. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik kepada klien dengan cara menumbuhkan kepercayaan pada klien pada kemampuannya, saling percaya, dan juga agen pembaharu harus menunjukkan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
3.      Mendiagnosis masalah yang dihadapi
Agen pembaharu bertanggung jawab untuk menganalisa situasi masalah yang dihadapi klien, agar dapat menentukan berbagai alternatif jika tidak sesuai dengan kebutuhan kilen. Untuk sampai pada kesimpulan diagnosa, agen pembaharu harus meninjau situasi dengan penuh empati. Agen pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosia harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen pembaharu.
4.      Membangkitkan kemauan klien untuk berubah
Setelah agen pembaharu menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun demikian cara yang digunakan harus tetap berorientasi pada klien. Artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu menonjolan inovasi.
5.      Mewujudkan kemuan dalam perbuatan
Agen pembaharu berusaha untuk mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan klien, jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh karena itu dalam tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
6.      Menjaga kestabilan penerima inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi
Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara penguatan kepada klien yang telah menerapkan inovasi. Pembaharu tingkah laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali pada keadaan sebelum adanya inovasi.
7.      Mengakhiri hubungan ketergantungan.
Tugas akhir agen pembaharu adalah dapat menumbuhkan kesadaran untuk berubah dan kemampuan untuk merubah dirinya sebagai anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan kemajuan jaman. Agen pembaharu harus berusaha mengubah posisi klien dari ikatan percaya pada kemampuan agen pembaharu menjadi bebas dan percaya kepada kemampuan sendiri.
Pakar manajemen dari Harvard, Kotter dalam Sulistyo (2016) mengidentifikasi delapan langkah yang dilakukan agent of change dalam melakukan perubahan, yaitu: (1) membangun keinginan perubahan dalam diri orang lain; (2) membentuk kelompok yang mendorong orang lain untuk berubah; (3) memiliki visi yang dapat memandu orang lain untuk melakukan perubahan; (4) mengkomunikasikan visi tersebut berulang kali supaya tertanam di benak setiap orang; (5) menghilangkan sistem usang yang menghambat tujuan; (6) merayakan setiap perubahan sekecil apapun; (7) mengkonsolidasikan perbaikan dan menghasilkan lebih banyak perubahan; dan (8) melembagakan pendekatan baru serta menjadikannya bagian dari budaya dan rutinitas.

C.    Kunci Keberhasilan Agen Perubahan
Anwar (2013) menyatakan bahwa keberhasilan agen perubahan melakukan perubahan sikap dan perilaku komunitas sosial target perubahan bergantung pada seberapa jauh upaya agen perubahan melakukan pendekatan pada komunitas target perubahan. Berikut ini kunci keberhasilan agen perubahan.
1.      Etos Kerja Agen Perubahan (Change Agent Effort)
Agen Perubahan akan berhasil melakukan perubahan sikap atau perilaku komunitas sosial target perubahan sejalan dengan seberapa sering mereka berhubungan dengan kelompok social target perubahan, semakin tinggi frekuensi hubungan agen perubahan dengan komunitas sosial target perubahan akan semakin tinggi keberhasilan agen perubahan. Sehubungan dengan itu maka keberhasilan agen perubahan diukur berdasarkan seberapa besar kelompok masyarakat mengadopsi perubahan akibat lahirnya inovasi atau kebijakan publik.
2.    Orientasi Komunitas Sosial Target Perubahan (Client Orientation)
Posisi agen perubahan berada di tengah, yaitu antara inovator atau regulator dengan komunitas sosial target perubahan, sehingga agen perubahan sering dalam posisi yang berlawanan, disatu sisi inovator atau regulator menghendaki sikap perilaku tertentu, disisi lain komunitas sosial target perubahan mengharapkan perilaku yang berbeda. Agen perubahan akan lebih berhasil apabila lebih berorientasi pada komunitas sosial target perubahan daripada memenuhi harapan inovator atau regulator.
3.    Kompatibelitas Inovasi dengan Kebutuhan Komunitas Sosial Target Inovasi atau Kebijakan Publik (Compatibility with Client’s Needs)
Agen perubahan sering dihadapkan dengan kesulitan mengidentifikasi kebutuhan komunitas sosial target perubahan. Setiap perubahan yang mengabaikan begitu saja kebutuhan komunitas sosial target perubahan akan mengalami kegagalan. Sebaliknya apabila Agen Perubahan memperhatikan apa yang sesungguhnya kebutuhan Komunitas Sosial target perubahan dan sebisanya terdapat kompatabilitas (compatability) antara perubahan yang diharapkan inovator atau regulator dengan kebutuhan komunitas target perubahan. Semakin tinggi kompatabilitas antara perubahan yang diharapkan dengan kebutuhan Komunitas target perubahan akan semakin berhasil.
4.      Rasa Empati (Change Agent Empathy)
Rasa empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain dan merasakan suka dukanya dalam posisi itu. Dengan demikian apabila agen perubahan tidak mampu ber empati pada orang lain khususnya komunitas sosial target perubahan, maka dapat dipastikan komunitas target cendrung menolak berubah. Rasa empati agen perubahan terhadap masalah yang dihadapi atau dirasakan oleh komunitas target perubahan akan lebih berhasil daripada mereka yang tidak ber empati.

D.    Peran Pemimpin sebagai Agen Perubahan
Anwar (2013) menyatakan bahwa pemimpin dalam masyarakat mempunyai peran berupa mempengaruhi orang lain dalam berperilaku atau bersikap. Dari beberapa penelitian agen perubahan akan lebih berhasil melakukan perubahan pada komunitas sosial target melalui para pemimpin (leader) kelompok komunitas sosial target perubahan. Berikut ini peran pemimpin sebagai agen perubahan.
1.      The Role of Demonstration
Potensi mengadopsi inovasi atau kebijakan publik akan meningkat seiring dengan penjelasan secara terus menerus dengan mendemonstrasikan keuntungan dari temuan itu sehingga potensi menyaksikan demonstrasi inovasi atau kebijakan publik menjangkau target atau sasaran masyarakat yang lebih luas. Mendemonstrasikan inovasi atau kebijakan publik secara luas dilakukan oleh inovator atau regulator diberbagai bidang seperti pertanian, konservasi energi, transportasi massal, lingkungan hidup, pendidikan, penyalahgunaan narkoba dll, kegiatan demikian memerlukan dukungan dana dari belanja negara.
2.      Kemampuan Target Perubahan dalam Mengevaluasi
Pada umumnya agen perubahan mengamati adopsi masyarakat tentang inovasi atau kebijakan publik dalam perspektif jangka pendek, padahal agen perubahan yang baik memerlukan pendampingan jangka panjang mulai mengadopsi dan melaksankan, menikmati hasilnya dan melakukan evaluasi proses bekerjanya inovasi atau kebijakan publik. Agen perubahan memerlukan pendampingan jangka panjang sampai komunitas target perubahan mampu melakukan evaluasi sendiri dan kemudian menjadi agen perubahan (baru) bagi kelompok masyarakat lainnya.
Wibowo (2006:273) menyatakan peran seorang pemimpin sangatlah luas dan berat. Pemimpin harus mencapai hasil yang diharapkan organisasi, mengembangkan lingkungan yang dihadapi dan sekaligus lebih memerhatikan kepentingan orang lain. Untuk itu sebaiknya mampu melakukan hal-hal seperti berikut.
1.      Menciptakan Hubungan Kerja Efektif
Hubungan kerja yang efektif akan membangkitkan iklim pemberdayaan. Untuk itu, seorang pemimpin diharapkan dapat menunjukkan perilaku terhadap bawahannya dengan cara berikut.
a.      Menghargai mereka, yakni menghargai mereka atas kualitas spesifik yang mencerminkan individualitas mereka. Menghargai bukanlah masalah persahabatan atau sifat saling suka atau tidak suka. Orang harus dapat menghargai seseorang yang tidak disukai atau bersahabat dengan seseorang yang tidak kita hargai.
b.      Menunjukkan empati, yakni membiarkan orang lain tahu bahwa kita dapat melihat sesuatu dari sudut pandang mereka sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas atas masalah atau isu dari kerangka referensi mereka sendiri.
c.      Bersikap tulus, yakni menjadi diri sendiri dan bersikap jujur atas perasaan dan pendapat. Bersangkutan pula dengan komunikasi dengan orang lain bahwa pemimpin terbuka terhadap gagasan baru dan bersedia membantu.
Hubungan baik antara pemimpin dan bawahan akan memberdayakan karena mendorong dan membuka komunikasi, memastikan bahwa saran setiap orang didengarkan dan dipertimbangkan, dan membiarkan orang mengakui setiap kekurangan pengalaman yang dimiliki.
Pemimpin yang ingin memberdayakan orang berusaha menciptakan hubungan di mana anggota tim merasa dihargai di mana mereka dapat menerima risiko dan mereka belajar percaya diri. Mereka melakukan dengan menghargai apa yang dicapai anggota tim, menjadi terbuka dan jujur, memiliki sikap positif, dan mendorong orang.
2.      Pergeseran Fungsi Manajer
Di dalam organisasi konvensional, seorang manajer berada di puncak pyramid, sedangkan bawahannya berada di bawah posisi untuk mendukung eksistensinya. Manajer tinggal memberikan perintah dan tugas dilakukan seluruhnya oleh pekerja. Pekerja bekerja keras untuk kesuksesan manajer.
Sementara itu, dalam iklim pemberdayaan, yang terjadi adalah piramid terbalik. Pekerja berada di atas, sedangkan manajer berada di bawah. Hal tersebut mengandung makna bahwa manajer bekerja untuk mendorong dan memenuhi kepentingan anak buahnya.
3.      Memimpin dengan Contoh
Pada dasarnya pemimpin harus percaya kepada orang. Namun, pemimpin juga harus dapat menjadi model peran bagi orang yang harus diberdayakan. Terdapat beberapa cara bagi pemimpin untuk menunjukkan contoh baik bagi timnya. Apapun yang diputuskan, penting membentuk model perilaku yang diinginkan untuk di contoh orang lain Smith dalam Wibowo (2006:275) memberikan contoh sebagai berikut.
a.      Jika pemimpin ingin mereka melakukan apa yang mereka katakan, ia harus membuktikan bahwa dirinya dapat dipercaya.
b.      Jika pemimpin menginginkan mereka inovatif, ia harus bersiap untuk menerima risiko atau inovasi yang mereka lakukan.
c.      Jika pemimpin ingin orang lain melakukan ekstra usaha, ia harus mendorong diri sendiri bekerja lebih keras.
d.      Jika pemimpin ingin mereka terbuka, ia harus jujur dan tulus kepada mereka sehingga mendapat kesan tidak ada yang disembunyikan.
e.      Jika pemimpin ingin mereka saling mempercayai, ia harus mempercayai mereka.
f.       Jika pemimpin ingin mereka menunjukkan keajaiban, ia harus melengkapi mereka dengan visi masa depan yang positif, menggairahkan dan memberikan inspirasi.
4.      Mempengaruhi Orang Lain
Dalam peranan kita sebagai empowering manager perlu mempengaruhi berbagai orang, yaitu kolega kita, orang yang bertanggung jawab kepada kita, line manager, bahkan mungkin direksi jika di sektor publik atau organisasi sosial. Pemimpin dapat mengubah sikap orang atau pola perilaku mereka.
5.      Mengembangkan Team Work
Kecenderungan perkembangan organisasi di masa depan adalah berkembangnya bentuk team-based organization. Dengan demikian, operasionalisasi organisasi dilakukan dengan membentuk cross-functional team. Maka, pemimpin harus mampu memanfaatkan potensi yang terdapat dalam tim-tim tersebut.
Di sisi lain, perlu dikembangkan komunikasi yang efektif, baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal. Dengan komunikasi dan saling memberi informasi, akan tumbuh saling kepercayaan sebagai dasar bagi berkembangnya team work di antara anggota organisasi.
6.      Melibatkan Bawahan dalam Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan dalam manajemen konvensional lebih didominasi oleh pemimpin berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Proses pengambilan keputusan lebih bersifat top-down peran bawahan hanya sekedar menjalankan perintah atasan. Kondisi demikian tidak menumbuhkan kreativitas dan motivasi bawahan yang sangat diperlukan.
7.      Menjadikan Pemberdayaan Sebagai Way Of Life
Dengan menjadikan pemberdayaan berlangsung secara alamiah di dalam organisasi, akan tercipta suatu keadaan di mana tim yang dibentuk menjadi lebih bahagia dan termotivasi. Iklim kerja menjadi lebih terbuka dan santai, hambatan yang terjadi antara berbagai kelompok akan dapat dipecahkan karena terjadi komunikasi internal yang lebih baik.
8.      Membangun Komitmen
Pemberdayaan merupakan perubahan peran dan perilau manajemen. Pemberdayaan merupakan suatu proses yang dapat dimulai dalam iklim di mana terdapat harapan yang tinggi, di mana setiap orang merasa dihormati dan dihargai dan dimana orang-orang bersedia memberikan yang terbaik yang dimiliki. Hal yang diinginkan tersebut hanya akan dapat berlangsung apabila pimpinan tertinggi memberikan dukungan sepenuhnya. Tanpa dukungan atasan, perubahan kultural yang diperlukan sulit dilakukan. Walaupun demikian, dukungan yang diberikan pimpinan menjadi kurang berarti apabila tidak di sambut secara antusias oleh karyawan.
Oleh karena itu, pemberdayaan sebagai bagian dari perubahan kultural, memerlukan komitmen segenap stakeholder yang terlibat dalam proses pemberdayaan dan perubahan. Tanpa komitmen, tidak mungkin dapat mencapai hasil yang diharapkan. Namun demikian, pimpinan harus berperan sebagai faktor penggerak peningkatan komitmen tersebut.
Hord, dkk dalam Andriani (2008) menyebutkan tujuh prinsip perubahan yang perlu dipahami oleh setiap pemimpin perubahan agar sukses memfasilitasi perubahan.
1.      Pemahaman bahwa perubahan adalah sebuah proses, bukan sekedar kegiatan, oleh karena itu perubahan membutuhkan waktu, energi dan sumber daya untuk mendukungnya.
2.      Perubahan dicapai oleh individu dahulu, baru kemudian lembaga. Ini bukan berarti mengabaikan bahwa proses perubahan merupakan interaksi antara individu dengan organisasi, bahwa individu yang berubah tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh sistem atau struktur organisasi yang mendukung. Hanya saja, perubahan sekolah akan terjadi hanya ketika orang-orang di dalamnya berubah.
3.      Perubahan merupakan pengalaman individual. Artinya, individu berubah pada tingkatan yang berbeda dan dengan cara yang juga berbeda.
4.      Perubahan melibatkan kepekaan atas perubahan dan juga keterampilan melaksanakan program-program baru.
5.      Intervensi dapat didesain untuk mendukung implementasi inovasi individu.
6.      Fasilitator perubahan perlu memahami kebutuhan individu yang berbeda-beda dan kebutuhan-kebutuhan perubahan yang dibutuhkan dalam proses perubahan.
7.      Fasilitator perubahan perlu memahami organisasi sebagai suatu sistem ketika melakukan intervensi, karena aktivitas-aktivitas yang ditargetkan untuk bidang tertentu mungkin menghasilkan akibat yang tidak dapat terantisipasikan di bidang lainnya.
Dalam proses pengembangan pendidikan kepala sekolah diharapkan dapat berperan sebagai agen pembaruan. Semua ide pembaruan atau pengembangan pendidikan yang menjadi kebijakan pemerintah harus dipahami dan dijabarkan kedalam kegiatan-kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Ide pembaruan tersebut akan menjadi kenyataan, bila kepala sekolah memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang efektif.
Pernyataan Harold Geneen dalam Imron, dkk (2003: 184), menunjukkan bahwa kepala sekolah harus memanage dan memimpin upaya pembaruan/pengembangan di sekolah. Pembaruan tidak begitu saja menjadi kenyataan, akan tetapi harus dimanage, dan dalam upaya memanage faktor kepemimpinan kepala sekolah memegang peran penting.








BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Agen perubahan merupakan orang-orang baik konsultan maupun manajer yang mempunyai perspektif baru  (mampu menciptakan efisiensi, efektivitas, dan kesehatan organisasi) di dalam perubahan atau pengembangan organisasi atau orang-orang yang membawa gagasan baru dan pendapat atau solusi yang membantu anggota organisasi.
Peran agen perubahan, yakni membangun kesadaran bahwa mereka memerlukan perubahan, mengembangkan hubungan dengan saling tukar informasi, melakukan identifikasi masalah, mendorong niat untuk berubah, mentransformasikan sekedar niat menjadi tindakan nyata, merawat adopsi mencegah pembatalan adopsi, dan pencapaian hubungan agen perubahan dan komunitas target perubahan.
Kunci keberhasilan agen perubahan, yakni etos kerja agen perubahan, orientasi komunitas sosial target perubahan, kompatibelitas inovasi dengan kebutuhan komunitas sosial target inovasi atau kebijakan publik, dan rasa empati. Peran pemimpin sebagai agen perubahan meliputi potensi mengadopsi inovasi dan kemampuan target perubahan dalam mengevaluasi.

B.     Saran
Sebagai agen perubahan hendaknya mengetahui situasi, kondisi dan kebutuhan lingkungannya. Peran agen perubahan sangat penting untuk mengatasi permasalah yang ada pada lingkungan organisasi, sehingga seorang agen perubahan harus bisa berhubungan dengan baik atau menjalin komunikasi yang baik kepada semua orang atau sasarannya untuk merubahnya menjadi lebih baik. Seperti halnya kepala sekolah sebagai agen perubahan di lingkungan sekolah, maka kepala sekolah dituntut untuk mengetahui akar permasalah yang ada dan mencari inovasi-inovasi pemecahan masalahnya.






DAFTAR RUJUKAN

Anwar, Syaiful. 2013. Agen Perubahan (Agent Of Change), (Online), (http://www.bppk.kemenkeu.go.id), diakses 12 September 2017.
Andriani, Dwi E. 2008. Peran Kepala Sekolah dalam Upaya Mewujudkan Perubahan Sekolah. (Online), (http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle& article=307167), diakses 4 September 2017.
Budiman, Fikri. 2016. Agen Perubahan Dan Perannya dalam Divusi Inovasi, (Online), (http://scribd.com/mobile/doc/50286915/agen-perubahan-dan-perannya-dalam-difusi-inovasi.html, diakses 12 September 2017.
Imron, dkk. 2003. Manajemen Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Nasution, Zulkarnain. 2016. Pola Agen Perubahan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Melalui Jaringan Pendidikan Nonformal dan Informal, (Online), (http://library.um.ac .id/index.php/Rubrik/pola-agen-perubahan-dalam- pemberdayaan-masyarakat-melalui-jaringan-pendidikan-nonformal-dan-informal.html), diakses 12 September 2017.
Rivai, Veithzal dan Mulyadi, Deddy. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sulistyo, Yumei. 2016. Menjadi Agen Perubahan Dalam Birokrasi, (Online), (http://id.linkedin.com/pulse/menjadi -agen-perubahan-dalam-birokrasi-outbounducation.html), diakses 12 September 2017.
Supriyanto, A. 2009. Manajemen Perunahan: Bahan Ajar Berbasis Benchmarking. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Supriyanto, A. 2016. Manajemen Perubahan.  Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Tresnajaya, Tatan Jaka. 2014. Manajemen Perubahan, (Online), (http://www.bppk.kemenkeu.go.id/manajemen-perubahan.html), diakses 12 September 2017.
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Winardi. 2005. Manajemen Perubahan. Jakarta: Kencana.
Winardi, J. 2008. Manajemen Perubahan (The Management Of Change). Jakarta: Kencana.
Zaltman, Gerald dan Duncan, Robert. 1977. Strategies for Planned Change. New York: John & Weley & Sone.

Komentar

Popular Posts

Manajemen Perpustakaan